365
hari berlalu.
Masih
berasa banget hecticnya tanggal 8 Desember 2019.
Dan
ternyata, udah setahun yang lalu.
Tahun
2020, yang kata orang-orang isinya Januari, Februari, tiba-tiba udah Desember
aja.
Mungkin
rasanya gitu, tapi di dalam 365 hari itu, ada begitu banyak hal yang terjadi.
365
hari berlalu.
8
Desember 2019, ikrar itu memulai perjalanan panjang kami.
Dimulai
dari rasa haru yang benar-benar melingkupi suasana setelah akad.
Tangis
yang pecah, pelukan yang erat, doa yang terucap. Suasana yang tidak akan pernah
terlupa.
365
hari berlalu.
Kami
memutuskan untuk “lepas” tinggal di sebuah rumah kontrakan, pertimbangan
pekerjaan.
Kebiasaan
anak kos yang pulang seminggu sekali masih diterapkan, tentunya berjalan hanya
tiga bulan.
Iya,
semenjak pandemi, rindu rumah seakan harus menjadi rutinitas setiap hari.
Masih
ingat awal-awal pandemi, ingin pulang, tetapi gak memungkinkan.
Cuma
bisa nangis, video call pura-pura kuat.
Iya,
kami melewatkan momen Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, berdua, hal yang tidak
pernah terpikirkan sebelumnya.
Apa
daya, sampai saat inipun, baru beberapa kali pulang Kebumen.
Selebihnya,
masih ada rumah Wates, atau memanfaatkan waktu untuk “me time”.
365
hari berlalu.
Ternyata
tidak seperti orang kebanyakan, kami tidak menerima banyak pertanyaan “Sudah
hamil belum?”
Doa
dan keinginan semua orang yang sudah berumah tangga, pasti ingin segera punya
anugerah anak.
Sampai
saat ini, jika ada pertanyaan itu, selalu kami jawab, “Sudah, tetapi Tuhan
lebih sayang. Diambil Tuhan dulu.”
Itu
adalah satu momen besar di perjalanan pernikahan kami.
Tidak
lama setelah menikah, Tuhan mengirimkan anugerah itu kepada kami.
Pasti
bisa membayangkan rasanya, kan ? Iya, bahagia.
Tuhan
MahaBaik, tidak perlu menunggu lama untuk mendapat momongan.
Tapi
ternyata, Tuhan lebih sayang, beberapa saat kemudian, Tuhan mengambil “Adek.”
Jauh
dari orang tua, membuat kita harus kuat berdua.
Masih
ingat dalam ingatan, setelah pendarahan yang kedua terjadi, aku diharuskan
opname.
Hari
di mana Dokter memberi tahu bahwa “Adek” sudah tidak ada adalah hari paling
berat bagi kami.
Ketika
di ruangan banyak tangisan bayi pecah baru terlahir di dunia, bersamaan
kebahagiaan dari keluarga-keluarganya, tangis pecah kami karena kehilangan.
Tapi,
Tuhan MahaBaik, Ia mengirimkan suami yang sangat luar biasa.
Pasti
dia bersedih, dan sangat kehilangan, tetapi dia sangat kuat, menguatkanku.
Momen
kehilangan yang sangat berat bagi kami, dalam 365 hari berlalu.
Esok,
dipertemukan kembali, pasti.
365
hari berlalu.
Ada
kehilangan, Tuhan pasti akan memberikan kebahagiaan lain.
Tahun
ini, Tuhan memberikan rejeki pekerjaan yang jauh lebih baik untuk suami.
Lagi-lagi,
Tuhan MahaBaik.
Satu
doa dikabulkan Tuhan lagi, di tengah kehilangan kami.
365
hari berlalu.
Jika
ditanya apa bahagia ?
“Pasti”,
jawabannya.
Bagaimana
tidak, semua dilakukan berdua, dari bangun tidur sampai kembali tidur.
Terbangun
tengah malam tidak lagi menakutkan, karena ada dia di sisi.
Suka,
duka, masalah, keseharian, semua dihadapi berdua.
Ketika
banyak yang berkata, “Kenapa tidak menikah dari dulu ?”
Kami
kira, tidak.
Tuhan
memberikan sesuatu di waktuNya yang paling tepat.
Belum
tentu, jika menikah dari dulu akan se-baik saat ini.
Begitu
pula jika tiba-tiba aku sendiri bertanya pada dia “Seharusnya hari ini sudah
seperti ini, atau kenapa semua terjadi ?”
Dia
selalu menanggapi, “Ya yang seharusnya terjadi ya seperti sekarang. Ini
kehendak Tuhan. Yang terjadi bukan yang kita pikirkan –seharusnya seperti ini-
, yang terbaik ya yang terjadi saat ini.”
Dia
memang selalu menenangkan.
Iya,
benar katanya, yang seharusnya terjadi adalah yang saat ini terjadi.
Bukan
bayangan-bayangan atau pikiran-pikiran tentang “seharusnya sekarang sudah
seperti ini”, atau “kenapa harus seperti ini”.
Dari
hal-hal itu, aku mengerti bahwa ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak memiliki
jawaban. Iya, hanya perlu dipahami, pun disyukuri.
365
hari berlalu.
Banyak
yang ingin diceritakan, banyak yang ingin disampaikan.
Tapi,
cukupkan dulu dengan satu blog ini.
Yang
pasti, ada banyak terima kasih yang ingin aku sampaikan.
Tentunya,
untuk Tuhan yang MahaBaik, memberikan anugerah pernikahan pun anugerah anak
yang esok akan dipertemukan kembali.
365
hari berlalu.
Teruntuk
teman sepanjang hariku.
Terima
kasih sudah menemaniku tumbuh.
Terima
kasih sudah menjadi kelinci percobaan masakan-masakanku yang entah, tidak ada
satu kalipun kamu tidak menghabiskan masakanku, semoga memang karena enak ya,
hehe..
Terima
kasih sudah sangat membantu pekerjaan rumah, seperti saat tiba-tiba malam
terasa lelah aku berbisik “Yang, shift malam, ya.” Dan dapurpun tidak ada lagi
piring-piring kotor.
Terima
kasih sudah selalu menguatkan aku yang super lemah ini.
Kecengenganku,
ketakutanku, selalu kamu tanggapi dengan bijaksana.
Tuhan
memang mengirimkan paket lengkapmu buat aku, lagi-lagi, terima kasih Tuhan yang
MahaBaik.
365
hari berlalu.
Masih
ada berjuta-juta hari akan kita lalui bercerita.
Tetap
sehat, tetap tertawa, tetap bodoh bersama, agar kita bisa hidup waras.
Maaf
untuk ketidaksempurnaan yang aku punya, terima kasih sudah menerimanya.
Mari
bekerja sama lebih baik lagi.
Mari
terus berbahagia.
Aku mencintaimu, selalu, dan tidak akan pernah tidak.
0 komentar:
Posting Komentar