Selasa, 08 Desember 2020

365 Hari Berlalu

 


365 hari berlalu.

Masih berasa banget hecticnya tanggal 8 Desember 2019.

Dan ternyata, udah setahun yang lalu.

Tahun 2020, yang kata orang-orang isinya Januari, Februari, tiba-tiba udah Desember aja.

Mungkin rasanya gitu, tapi di dalam 365 hari itu, ada begitu banyak hal yang terjadi.

 

365 hari berlalu.

8 Desember 2019, ikrar itu memulai perjalanan panjang kami.

Dimulai dari rasa haru yang benar-benar melingkupi suasana setelah akad.

Tangis yang pecah, pelukan yang erat, doa yang terucap. Suasana yang tidak akan pernah terlupa.

 

365 hari berlalu.

Kami memutuskan untuk “lepas” tinggal di sebuah rumah kontrakan, pertimbangan pekerjaan.

Kebiasaan anak kos yang pulang seminggu sekali masih diterapkan, tentunya berjalan hanya tiga bulan.

Iya, semenjak pandemi, rindu rumah seakan harus menjadi rutinitas setiap hari.

Masih ingat awal-awal pandemi, ingin pulang, tetapi gak memungkinkan.

Cuma bisa nangis, video call pura-pura kuat.

Iya, kami melewatkan momen Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, berdua, hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Apa daya, sampai saat inipun, baru beberapa kali pulang Kebumen.

Selebihnya, masih ada rumah Wates, atau memanfaatkan waktu untuk “me time”.

 

365 hari berlalu.

Ternyata tidak seperti orang kebanyakan, kami tidak menerima banyak pertanyaan “Sudah hamil belum?”

Doa dan keinginan semua orang yang sudah berumah tangga, pasti ingin segera punya anugerah anak.

Sampai saat ini, jika ada pertanyaan itu, selalu kami jawab, “Sudah, tetapi Tuhan lebih sayang. Diambil Tuhan dulu.”

Itu adalah satu momen besar di perjalanan pernikahan kami.

Tidak lama setelah menikah, Tuhan mengirimkan anugerah itu kepada kami.

Pasti bisa membayangkan rasanya, kan ? Iya, bahagia.

Tuhan MahaBaik, tidak perlu menunggu lama untuk mendapat momongan.

Tapi ternyata, Tuhan lebih sayang, beberapa saat kemudian, Tuhan mengambil “Adek.”

Jauh dari orang tua, membuat kita harus kuat berdua.

Masih ingat dalam ingatan, setelah pendarahan yang kedua terjadi, aku diharuskan opname.

Hari di mana Dokter memberi tahu bahwa “Adek” sudah tidak ada adalah hari paling berat bagi kami.

Ketika di ruangan banyak tangisan bayi pecah baru terlahir di dunia, bersamaan kebahagiaan dari keluarga-keluarganya, tangis pecah kami karena kehilangan.

Tapi, Tuhan MahaBaik, Ia mengirimkan suami yang sangat luar biasa.

Pasti dia bersedih, dan sangat kehilangan, tetapi dia sangat kuat, menguatkanku.

Momen kehilangan yang sangat berat bagi kami, dalam 365 hari berlalu.

Esok, dipertemukan kembali, pasti.

 

365 hari berlalu.

Ada kehilangan, Tuhan pasti akan memberikan kebahagiaan lain.

Tahun ini, Tuhan memberikan rejeki pekerjaan yang jauh lebih baik untuk suami.

Lagi-lagi, Tuhan MahaBaik.

Satu doa dikabulkan Tuhan lagi, di tengah kehilangan kami.

 

365 hari berlalu.

Jika ditanya apa bahagia ?

“Pasti”, jawabannya.

Bagaimana tidak, semua dilakukan berdua, dari bangun tidur sampai kembali tidur.

Terbangun tengah malam tidak lagi menakutkan, karena ada dia di sisi.

Suka, duka, masalah, keseharian, semua dihadapi berdua.

Ketika banyak yang berkata, “Kenapa tidak menikah dari dulu ?”

Kami kira, tidak.

Tuhan memberikan sesuatu di waktuNya yang paling tepat.

Belum tentu, jika menikah dari dulu akan se-baik saat ini.

Begitu pula jika tiba-tiba aku sendiri bertanya pada dia “Seharusnya hari ini sudah seperti ini, atau kenapa semua terjadi ?”

Dia selalu menanggapi, “Ya yang seharusnya terjadi ya seperti sekarang. Ini kehendak Tuhan. Yang terjadi bukan yang kita pikirkan –seharusnya seperti ini- , yang terbaik ya yang terjadi saat ini.”

Dia memang selalu menenangkan.

Iya, benar katanya, yang seharusnya terjadi adalah yang saat ini terjadi.

Bukan bayangan-bayangan atau pikiran-pikiran tentang “seharusnya sekarang sudah seperti ini”, atau “kenapa harus seperti ini”.

Dari hal-hal itu, aku mengerti bahwa ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak memiliki jawaban. Iya, hanya perlu dipahami, pun disyukuri.

 

365 hari berlalu.

Banyak yang ingin diceritakan, banyak yang ingin disampaikan.

Tapi, cukupkan dulu dengan satu blog ini.

Yang pasti, ada banyak terima kasih yang ingin aku sampaikan.

Tentunya, untuk Tuhan yang MahaBaik, memberikan anugerah pernikahan pun anugerah anak yang esok akan dipertemukan kembali.


365 hari berlalu.

Teruntuk teman sepanjang hariku.

Terima kasih sudah menemaniku tumbuh.

Terima kasih sudah menjadi kelinci percobaan masakan-masakanku yang entah, tidak ada satu kalipun kamu tidak menghabiskan masakanku, semoga memang karena enak ya, hehe..

Terima kasih sudah sangat membantu pekerjaan rumah, seperti saat tiba-tiba malam terasa lelah aku berbisik “Yang, shift malam, ya.” Dan dapurpun tidak ada lagi piring-piring kotor.

Terima kasih sudah selalu menguatkan aku yang super lemah ini.

Kecengenganku, ketakutanku, selalu kamu tanggapi dengan bijaksana.

Tuhan memang mengirimkan paket lengkapmu buat aku, lagi-lagi, terima kasih Tuhan yang MahaBaik.

 

365 hari berlalu.

Masih ada berjuta-juta hari akan kita lalui bercerita.

Tetap sehat, tetap tertawa, tetap bodoh bersama, agar kita bisa hidup waras.

Maaf untuk ketidaksempurnaan yang aku punya, terima kasih sudah menerimanya.

Mari bekerja sama lebih baik lagi.

Mari terus berbahagia.

Aku mencintaimu, selalu, dan tidak akan pernah tidak.

0 komentar:

Posting Komentar